Sultraexpos.comIIKENDARI – Ratusan nelayan kapal tangkap di Pelabuhan Samudra Kendari, Sulawesi Tenggara, menggelar aksi mogok berlayar pada Jumat (3/1/2025) pagi.
Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap pemberlakuan penggunaan Vessel Monitoring System (VMS) yang dianggap memberatkan.
Kebijakan tersebut, yang diatur melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2024, mewajibkan setiap kapal memasang alat VMS untuk memantau lokasi dan pergerakan kapal melalui satelit.
Namun, para nelayan menilai aturan ini tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi mereka.
Menurut Aris Simon, salah seorang nelayan, pemasangan alat VMS membutuhkan biaya besar, yaitu antara Rp13 juta hingga Rp17 juta per unit. Selain itu, pemilik kapal juga harus membayar biaya airtime tahunan sebesar Rp7 juta hingga Rp8 juta.
“Kami tidak sanggup membayar biaya sebesar itu. Aturan ini justru memberatkan kami, nelayan kecil,” ungkap Aris.
Aksi protes ini mendapat dukungan dan Kawalan Penuh dari Ketua DPW LSM GMBI Sulawesi Tenggara, Muh.Ansar. SH.Ia meminta pemerintah segera mengkaji ulang kebijakan tersebut agar tidak semakin menyulitkan nelayan.
“Kami mendesak pemerintah untuk mendengar suara para nelayan. Hingga saat ini, tercatat ada 193 kapal yang berhenti beroperasi, dengan ribuan pekerja terdampak. Kami akan terus mengawal isu ini hingga ada solusi,” tegas Ansar.
Para nelayan berharap penggunaan VMS tidak dijadikan persyaratan wajib untuk melaut. Mereka mendesak pemerintah segera mencari jalan keluar agar aktivitas melaut dapat kembali normal.
Hingga berita ini diturunkan,belum ada tanggapan resmi dari pihak pemerintah terkait tuntutan ini.
Editor:HJ
Komentar